Informasi Perekonomian Indonesia
Menteri Perekomnimian |
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kapal penangkap ikan ilegal yang ditangkap di perairan Indonesia bisa menjadi aset negara. Namun, Sri Mulyani menekankan perlunya proses hukum yang benar jika negara ingin mengambil alih elemen untuk dijadikan aset.
Pernyataan tersebut disampaikan Sri Mulyani dengan menanggapi desakan menteri koordinator kelautan Luhut Binsar Panjaitan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk menghentikan kebijakan penangkapan ikan ilegal. Menurut Luhut, kapal yang ditangkap bisa digunakan dan mencoba menjadi aset negara.
"Tentu saja [perahu] bisa digunakan untuk kita," kata Sri Mulyani saat ditemui di Teater Jakarta, Jakarta, Rabu (10.01.2018) malam.
Selain itu, Sri Mulyani mencoba memahami keinginan Menteri Susi, yang tidak menginginkan adanya penyalahgunaan kapal penangkap ikan ilegal. Namun, dia juga berharap agar Presiden Joko Widodo meminta agar kapal tersebut lebih bermanfaat bagi masyarakat dapat diakomodasi.
"Jadi sebenarnya kedua hal tersebut benar-benar bisa diselamatkan dengan terus memperbaiki manajemen, pengawasan dan kemudian menggunakan aset tersebut," kata Sri Mulyani.
Cara penerapan tata kelola, lanjutnya, bisa dilakukan dari pemberian izin, rute, serta dalam hal penangkapan ikan dan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, Sri Mulyani menekankan bahwa perbaikan tata kelola harus menguntungkan masyarakat.
Meski menjadi negara aktif, Sri Mulyani mengatakan bahwa kapal tersebut tidak dapat dikelola oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (Fe), yang tergantung pada Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan (MH). Dia mengatakan bahwa Barang Milik Negara (BMN) yang dikelola oleh LMAN biasanya melalui proses hukum terlebih dahulu.
"Jika [kapal-kapal] diambil secara paksa, masih ada proses hukum," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Direktur Jenderal Negara Departemen Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan bahwa kapal penangkap ikan ilegal ditangkap dan kemudian menggunakan aset negara memerlukan penunjukan pengadilan.
"Ada proses peradilan yang dinyatakan disita, karena ada proses penentuan oleh Kejaksaan Agung, dan nantinya, mereka akan dikirim ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, hancur atau dilelang," kata Isa.
Tidak ada komentar:
Write komentar